BAB I
ASPEK SOSIAL BUDAYA  YANG BERKAITAN DENGAN 
PRA  PERKAWINAN DAN PERKAWINAN
Pra Perkawinan
Pelayanan  kebidanan diawali dengan pemeliharaan kesehatan para calon ibu. Remaja  wanita yang akan memasuki jenjang perkawinan perlu dijaga kondisi  kesehatannya. Kepada para remaja di beri pengertian tentang hubungan  seksual yang sehat, kesiapan mental dalam menghadapi kehamilan dan  pengetahuan tentang proses kehamilan dan persalinan, pemeliharaan  kesehatan dalam masa pra dan pasca kehamilan. 
Promosi kesehatan pranikah merupakan suatu proses untuk  meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan  kesehatannya yang ditujukan pada masyarakat reproduktip pranikah. Remaja  yang tumbuh kembang secara biologis diikuti oleh perkembangan  psikologis dan sosialnya. Alam dan pikiran remaja perlu diketahui.  Remaja yang berjiwa muda memiliki sifat menantang, sesuatu yang dianggap  kaku dan kolot serta ingin akan kebebasan dapat menimbulkan konflik di  dalam diri mereka. Pendekatan keremajaan di dalam membina kesehatan  diperlukan. Penyampaian pesan kesehatan dilakukan melalui bahasa remaja.
Pemeriksaan kesehatan bagi remaja yang akan menikah  dianjurkan. Tujuan dari pemeriksaan tersebut adalah untuk mengetahui  secara dini tentang kondisi kesehatan para remaja. Bila ditemukan  penyakit atau kelainan di dalam diri remaja, maka tindakan pengobatan  dapat segera dilakukan. Bila penyakit atau kelainan tersebut tidak  diatasi maka diupayakan agar remaja tersebut berupaya untuk menjaga agar  masalahnya tidak bertambah berat atau menular kepada pasangannya.  Misalnya remaja yang menderita penyakit jantung, bila hamil secara  teratur harus memeriksakan kesehatannya kepada dokter. Remaja yang  menderita AIDS harus menjaga pasanganya agar tidak terkena virus HIV.  Upaya pemeliharaan kesehatan bagi para calon ibu ini dapat dilakukan  melalui kelompok atau kumpulan para remaja seperti karang taruna,  pramuka, organisaai wanita remaja dan sebagainya. 
Selain itu bidan juga berperan dalam mencegah perkawinan dini  pada pasangan pra nikah dimana masih menjadi masalah penting dalam  kesehatan reproduksi perempuan di Indonesia. Data Riset Kesehatan Dasar  (Riskesdas) mencatat, anak perempuan yang menikah pertama kali pada usia  sangat muda, 10-14 tahun, cukup tinggi, jumlahnya 4,8 persen dari  jumlah perempuan usia 10-59 tahun. Sedangkan yang menikah dalam rentang  usia 16-19 tahun berjumlah 41,9 persen. Dengan demikian, hampir 50  persen perempuan Indonesia menikah pertama kali pada usia di bawah 20  tahun. Provinsi dengan persentase perkawinan dini tertinggi adalah  Kalimantan Selatan (9 persen), Jawa Barat (7,5 persen), serta Kalimantan  Timur dan Kalimantan Tengah masing-masing 7 persen. Hal ini sangat  berhubungan dengan sosial budaya pada daerah tersebut yang mendukung  perkawinan dini. 
Pernikahan dini menunjukkan  posisi perempuan yang lebih lemah secara ekonomi maupun budaya. Secara  budaya, perempuan disosialisasikan segera menikah sebagai tujuan  hidupnya. Akibatnya, perempuan memiliki pilihan lebih terbatas untuk  mengembangkan diri sebagai individu utuh.
Adanya pandangan dari orang tua segera menikahkan anak  perempuan artinya keluarga akan mendapat mas kawin yang berharga di  masyarakat setempat, seperti hewan ternak. Data Riskesdas  memperlihatkan, perkawinan sangat muda (10-14 tahun) banyak terjadi pada  perempuan di pedesaan, berpendidikan rendah, berstatus ekonomi  termiskin, serta berasal dari kelompok buruh, petani, dan nelayan.
Sedangkan bagi perempuan, menikah artinya harus siap hamil  pada usia sangat muda. Bila disertai kekurangan energi dan protein, akan  menimbulkan masalah kesehatan yang dapat berakibat kematian bagi ibu  saat melahirkan dan juga bayinya. Dan resiko hamil muda sangat tinggi.
Perkawinan
Pembinaan  yang dilakukan oleh bidan sendiri antara lain mempromosikan kesehatan  agar peran serta ibu dalam upaya kesehatan ibu, anak dan keluarga  meningkat. Pelayanan kesehatan ibu dan anak yang meliputi pelayanan ibu  hamil, ibu bersalin, ibu nifas, keluarga berencana, kesehatan  reproduksi, pemeriksaan bayi, anak balita dan anak prasekolah sehat. 
Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak  tersebut diyakini memerlukan pengetahuan aspek sosial budaya dalam  penerapannya kemudian melakukan pendekatan-pendekatan untuk melakukan  perubahan-perubahan terhadap kebiasaan-kebiasaan yang tidak mendukung  peningkatan kesehatan ibu dan anak. 
Fakta-fakta  kepercayaan dan pengetahuan budaya seperti konsepsi - konsepsi mengenai  berbagai pantangan, hubungan sebab - akibat antara makanan kondisi  sehat - sakit, kebiasaan dan ketidaktahuan sering kali membawa dampak  baik positif maupun negatif terhadap kesehatan ibu dan anak. Pola makan  misalnya pada dasarnya adalah merupakan salah satu selera manusia dimana  peran kebudayaan cukup besar. Misalnya di Jawa Tengah adanya anggapan  bahwa ibu hamil pantang makan telur karena akan  mempersulit persalinan  dan pantang makan daging karena akan menyebabkan perdarahan yang banyak.  Jawa Barat ibu yang kehamilannya memasuki 8-9 bulan sengaja harus  mengurangi makannya agar bayi yang dikandungnya kecil dan mudah  dilahirkan, Masyarakat Betawi berlaku pantangan makan ikan asin, ikan  laut, udang dan kepiting karena dapat menyebabkan ASI menjadi asin.  Sikap seperti ini akan berakibat buruk bagi ibu hamil karena akan  membuat ibu dan anak kurang gizi.
BAB II
ASPEK SOSIAL BUDAYA YANG BERKAITAN DENGAN KEHAMILAN
Perawatan kehamilan merupakan salah satu faktor  yang amat perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya komplikasi dan  kematian ketika persalinan, disamping itu juga untuk menjaga pertumbuhan  dan kesehatan janin. Memahami perilaku perawatan kehamilan (ante natal  care) adalah penting untuk mengetahui dampak kesehatan bayi dan si ibu  sendiri. 
Fakta di berbagai kalangan  masyarakat di Indonesia, masih banyak ibu-ibu yang menganggap kehamilan  sebagai hal yang biasa, alamiah dan kodrati. Mereka merasa tidak perlu  memeriksakan dirinya secara rutin ke bidan ataupun dokter. Masih  banyaknya ibu-ibu yang kurang menyadari pentingnya pemeriksaan kehamilan  ke bidan menyebabkan tidak terdeteksinya faktor-faktor resiko tinggi  yang mungkin dialami oleh mereka. Contohnya di kalangan masyarakat pada  suku bangsa nuaulu (Maluku) terdapat suatu tradisi upacara kehamilan  yang dianggap sebagai suatu peristiwa biasa, khususnya masa kehamilan  seorang perempuan pada bulan pertama hingga bulan kedelapan. Namun pada  usia saat kandungan telah mencapai Sembilan bulan, barulah mereka akan  mengadakan suatu upacara. Masyarakat nuaulu mempunyai anggapan bahwa  pada saat usia kandungan seorang perempuan telah mencapai Sembilan  bulan, maka pada diri perempuan yang bersangkutan banyak diliputi oleh  pengaruh roh-roh jahat yang dapat menimbulkan berbagai bahaya gaib. Dan  tidak hanya dirinya sendiri juga anak yang dikandungannya, melainkan  orang lain disekitarnya, khususnya kaum laki-laki. Untuk menghindari  pengaruh roh-roh jahat tersebut, si perempuan hamil perlu diasingkan  dengan menempatkannya di posuno. Masyarakat nuaulu juga beranggapan  bahwa pada kehidupan seorang anak manusia itu baru tercipta atau baru  dimulai sejak dalam kandungan yang telah berusia 9 bulan. Jadi dalam hal  ini ( masa kehamilan 1-8 bulan ) oleh mereka bukan dianggap merupakan  suatu proses dimulainya bentuk kehidupan. 
Permasalahan lain yang cukup besar pengaruhnya pada kehamilan  adalah masalah gizi. Hal ini disebabkan karena adanya  kepercayaan-kepercayaan dan pantangan-pantangan terhadap beberapa  makanan. Sementara, kegiatan mereka sehari-hari tidak berkurang ditambah  lagi dengan pantangan-pantangan terhadap beberapa makanan yang  sebenamya sangat dibutuhkan oleh wanita hamil tentunya akan berdampak  negatif terhadap kesehatan ibu dan janin. Tidak heran kalau anemia dan  kurang gizi pada wanita hamil cukup tinggi terutama di daerah pedesaan.
Beberapa kepercayaan yang ada misalnya di Jawa Tengah, ada  kepercayaan bahwa ibu hamil pantang makan telur karena akan mempersulit  persalinan dan pantang makan daging karena akan menyebabkan perdarahan  yang banyak. Sementara di salah satu daerah di Jawa Barat, ibu yang  kehamilannya memasuki 8-9 bulan sengaja harus mengurangi makannya agar  bayi yang dikandungnya kecil dan mudah dilahirkan. Di masyarakat Betawi  berlaku pantangan makan ikan asin, ikan laut, udang dan kepiting karena  dapat menyebabkan ASI menjadi asin. Hal ini membuat ibunya kurang gizi,  berat badan bayi yang dilahirkan juga rendah. Tentunya hal ini sangat  mempengaruhi daya tahan dan kesehatan si bayi. 
BAB III
ASPEK  SOSIAL BUDAYA YANG BERKAITAN DENGAN 
KELAHIRAN, NIFAS, DAN BAYI BARU LAHIR
Memasuki masa persalinan merupakan suatu periode  yang kritis bagi para ibu hamil karena segala kemungkinan dapat terjadi  sebelum berakhir dengan selamat atau dengan kematian. Sejumlah faktor  memandirikan peranan dalam proses ini, mulai dari ada tidaknya faktor  resiko kesehatan ibu, pemilihan penolong persalinan, keterjangkauan dan  ketersediaan pelayanan kesehatan, kemampuan penolong persalinan sampai  sikap keluarga dalam menghadapi keadaan gawat. 
Berdasarkan survei rumah tangga (SKRT) pada tahun 1986, angka  kematian ibu maternal berkisar 450 per 100.000 kelahiran hidup atau  lebih dari 20.000 kematian pertahunnya. Angka kematian ibu merupakan  salah satu indikator kesehatan ibu yang meliputi ibu dalam masa  kehamilan, persalinan, dan nifas. Angka tersebut  dikatakan tinggi bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN. 
Angka kematian balita masih  didapatkan sebesar 10,6 per 1000  anak balita. Seperti  halnya dengan bayi sekitar 31% penyebab kematian  balita adalah penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, yaitu  infeksi saluran pernafasan, polio, dan lain-lain.
Masih tingginya angka kematian ibu dan anak di Indonesia  berkaitan erat dengan faktor sosial budaya masyarakat, seperti tingkat  pendidikan penduduk, khususnya wanita dewasa yang masih rendah, keadaan  sosial ekonomi yang belum memadai, tingkat kepercayaan masyarakat  terhadap pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan yang masih rendah dan  jauhnya lokasi tempat pelayanan kesehatan dari rumah-rumah penduduk  kebiasaan-kebiasaan dan adat istiadat dan perilaku masyarakat yang  kurang menunjang dan lain sebagainya. 
Tingkat kepercayaan masyarakat kepada petugas kesehatan,  dibeberapa wilayah masih rendah. Mereka masih percaya kepada dukun  karena kharismatik dukun tersebut yang sedemikian tinggi, sehingga ia  lebih senang berobat dan meminta tolong kepada ibu dukun. Di daerah  pedesaan, kebanyakan ibu hamil masih mempercayai dukun beranak untuk  menolong persalinan yang biasanya dilakukan di rumah. Data Survei  Kesehatan Rumah Tangga tahun 1992 rnenunjukkan bahwa 65% persalinan  ditolong oleh dukun beranak. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan  mengungkapkan bahwa masih terdapat praktek-praktek persalinan oleh dukun  yang dapat membahayakan si ibu. Penelitian Iskandar dkk (1996)  menunjukkan beberapa tindakan/praktek yang membawa resiko infeksi  seperti "ngolesi" (membasahi vagina dengan minyak kelapa untuk  memperlancar persalinan), "kodok" (memasukkan tangan ke dalam vagina dan  uterus untuk rnengeluarkan placenta) atau "nyanda" (setelah persalinan,  ibu duduk dengan posisi bersandardan kaki diluruskan ke depan selama  berjam-jam yang dapat menyebabkan perdarahan dan pembengkakan). 
Selain pada masa hamil, pantangan-pantangan atau anjuran  masih diberlakukan juga pada masa pasca persalinan. Pantangan ataupun  anjuran ini biasanya berkaitan dengan proses pemulihan kondisi fisik  misalnya, ada makanan tertentu yang sebaiknya dikonsumsi untuk  memperbanyak produksi ASI; ada pula makanan tertentu yang dilarang  karena dianggap dapat mempengaruhi kesehatan bayi. Secara tradisional,  ada praktek-praktek yang dilakukan oleh dukun beranak untuk  mengembalikan kondisi fisik dan kesehatan si ibu. Misalnya mengurut  perut yang bertujuan untuk mengembalikan rahim ke posisi semula;  memasukkan 
ramuan-ramuan seperti daun-daunan kedalam vagina dengan maksud untuk membersihkan darah dan cairan yang keluar karena proses persalinan; atau memberi jamu tertentu untuk memperkuat tubuh (Iskandar et al., 1996).
ramuan-ramuan seperti daun-daunan kedalam vagina dengan maksud untuk membersihkan darah dan cairan yang keluar karena proses persalinan; atau memberi jamu tertentu untuk memperkuat tubuh (Iskandar et al., 1996).
Secara medis penyebab klasik kematian ibu akibat melahirkan  adalah perdarahan, infeksi dan eklamsia (keracunan kehamilan).  Kondisi-kondisi tersebut bila tidak ditangani secara tepat dan  profesional dapat berakibat fatal bagi ibu dalam proses persalinan. 
Sebenarnya, kelancaran persalinan sangat tergantung faktor  mental dan fisik si ibu. Faktor fisik berkaitan dengan bentuk panggul  yang normal dan seimbang dengan besar bayi. Sedangkan faktor mental  berhubungan dengan psikologis ibu, terutama kesiapannya dalam  melahirkan. Bila ia takut dan cemas, bisa saja persalinannya jadi tidak  lancar hingga harus dioperasi. Ibu dengan mental yang siap bisa  mengurangi rasa sakit yang terjadi selama persalinan. Disini peran bidan  sangat diperlukan dalam memberikan informasi yang tepat untuk  mempersiapkan mental dan fisik ibu hamil dalam menghadapi pesalinan dan  pasca persalinan.
BAB  IV
PENDEKATAN MELALUI BUDAYA DAN  KEGIATAN KEBUDAYAAN KAITANNYA DENGAN PERAN SEORANG BIDAN
Bidan sebagai salah seorang anggota tim kesehatan  yang terdekat dengan masyarakat, mempunyai peran yang sangat menentukan  dalam meningkatkan status kesehatan masyarakat, khususnya kesehatan ibu  dan anak di wilayah kerjanya.
Seorang  bidan harus mampu menggerakkan peran serta masyarakat khususnya,  berkaitan dengan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin, bufas, bayi baru  lahir, anak remaja dan usia lanjut. Seorang bidan juga harus memiliki  kompetensi yang cukup berkaitan dengan tugas, peran serta tanggung  jawabnya. 
Menurut Departemen  Kesehatan RI, fungsi bidan di wilayah kerjanya adalah sebagai berikut:
1.     Memberikan  pelayanan kesehatan kepada masyarakat di rumah-rumah, mengenai  persalinan, pelayanan keluarga berencana, dan pengayoman medis  kontrasepsi.
2.      Menggerakkan dan membina peran serta masyarakat dalam bidang  kesehatan, dengan melakukan penyuluhan kesehatan yang sesuai dengan  permasalahan kesehatan setempat.
3.      Membina  dan memberikan bimbingan teknis kepada kader serta dukun bayi.
4.      Membina  kelompok dasa wisma di bidang kesehatan.
5.      Membina  kerja sama lintas program, lintas sektoral, dan lembaga swadaya  masyarakat.
6.      Melakukan rujukan medis maupun rujukan kesehatan ke fasilitas  kesehatan lainnya.
7.      Mendeteksi dini adanya efek samping dan komplikasi pemakaian  kontrasepsi serta adanya penyakit-penyakit lain dan berusaha mengatasi  sesuai dengan kemampuannya.
Melihat  dari luasnya fungsi bidan tersebut, aspek sosial-budaya perlu  diperhatikan oleh bidan. Sesuai kewenangan tugas bidan yang berkaitan  dengan aspek sosial-budaya, telah diuraikan dalam peraturan Menteri  Kesehatan No. 363/Menkes/Per/IX/1980 yaitu: Mengenai wilayah, struktur  kemasyarakatan dan komposisi penduduk, serta sistem pemerintahan desa  dengan cara:
1.      Menghubungi pamong desa untuk mendapatkan peta desa yang  telah ada pembagian wilayah pendukuhan/RK dan pembagian wilayah RT serta  mencari keterangan tentang penduduk dari masing-masing RT.
2.      Mengenali  struktur kemasyarakatan seperti LKMD, PKK, LSM, karang taruna, tokoh  masyarakat, kelompok pengajian, kelompok arisan, dan lain-lain.
3.      Mempelajari  data penduduk yang meliputi:
·         Jenis kelamin
·         Umur
·         Mata pencaharian
·         Pendidikan
·         Agama
4.      Mempelajari peta desa
5.     Mencatat  jumlah KK, PUS, dan penduduk menurut jenis kelamin dan golongan.
Agar seluruh tugas dan fungsi bidan dapat dilaksanakan secara  efektif, bidan harus mengupayakan hubungan yang efektif dengan  masyarakat. Salah satu kunci keberhasilan hubungan yang efektif adalah  komunikasi. Kegiatan bidan yang pertama kali harus dilakukan bila datang  ke suatu wilayah adalah mempelajari bahasa yang digunakan oleh  masyarakat setempat.
Kemudian  seorang bidan perlu mempelajari sosial-budaya masyarakat tersebut, yang  meliputi tingkat pengetahuan penduduk, struktur pemerintahan, adat  istiadat dan kebiasaan sehari-hari, pandangan norma dan nilai, agama,  bahasa, kesenian, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan wilayah  tersebut.
Dengan kegiatan-kegiatan kebudayaan  tradisional setempat bidan dapat berperan aktif untuk melakukan promosi  kesehatan kepada masyaratkat dengan melakukan penyuluhan kesehatan di  sela-sela acara kesenian atau kebudayaan tradisional tersebut. Misalnya:  Dengan Kesenian wayang kulit melalui pertunjukan ini diselipkan  pesan-pesan kesehatan yang ditampilkan di awal pertunjukan dan pada  akhir pertunjukan. 
BAB V
KESIMPULAN  DAN SARAN
Kesimpulan
Bidan sebagai salah seorang anggota tim kesehatan yang  terdekat dengan masyarakat, mempunyai peran yang sangat menentukan dalam  meningkatkan status kesehatan masyarakat, khususnya kesehatan ibu dan  anak di wilayah kerjanya.
Seorang  bidan harus mampu menggerakkan peran serta masyarakat khususnya,  berkaitan dengan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin, bufas, bayi baru  lahir, anak remaja dan usia lanjut. Seorang bidan  juga harus memiliki kompetensi yang cukup berkaitan dengan tugas, peran  serta tanggung jawabnya. Agar bidan dapat menjalankan praktik atau  pelayanan kebidanan dengan baik, hendaknya bidan melakukan beberapa  pendekatan misalnya pendekatan melalui kesenian tradisional.
Saran
Bidan  perlu mempelajari sosial-budaya masyarakat wilayah kerjanya, yang  meliputi tingkat pengetahuan penduduk, struktur pemerintahan, adat  istiadat dan kebiasaan sehari-hari, pandangan norma dan nilai, agama,  bahasa, kesenian, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan wilayah  tersebut.
 DAFTAR PUSTAKA




0 komentar:
Posting Komentar